Tugas
Mata Kuliah
PKN
TENTANG
KAJIAN
Sistem
Hankamrata
Dosen
Pengampu : Sukarno, S.Ag, M.SI
Disusun
Oleh :
1. M. Rozikan :
126014725
2. T. Muhammad Rizal :
126014701
3. M. Najib :
126014752
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
WAHID HASYIM SEMARANG
KLAS
DI BULUSARI
TAHUN
AKADEMIK 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Perjuangan Bangsa
Indonesia, Khusunya Dibidang Pertahanan Keamanan Sejak Tahun 1945. Sejarah
pertahanan keamanan bangsa Indonesia sejak tahun 1945 memberikan banyak
pengalaman dan tata data untuk menyusul suatu system pertahanan keamanan yang
mampu mengurangi setiap ancaman. Tantangan, hambatan, serta gangguan terhdap kelangsungan hidup bangsa dan
Negara berdasarkan falsafah pancasila dan UUD 1945. Pengalaman-pengalaman
itu dikelompokkan kedalam 2 jenis, yakni : Pengalaman menanggulangi ancaman dari luar atau yang lazim disebut
dengan invansi adalah ancaman dari pihak
belanda yang ingin menjajah Indonesia yang diproleh dari kurun waktu :
1.
Kurun, Waktu 1945-1947 Pada bulan September-oktober 1945
tentara pendudukan sekutu (inggris) mendapatkan pasukannya diseluruh kota-kota besar di Indonesia.
Mereka melakukan berbagai serangan kepada Negara Indonesia. Perlawanan pun
terjadi begitu sengit, maka tentara belanda mengusulkan mengadakan perundingan yang
selanjutnya. Menghasilkan persetujuan linggar jati di cirebon pada tanggal
15 November 1946 yang ditanda tangani oleh sultan syahir (RI), dan schemerhon (belanda) Pada tanggal 21 Juni 1947 tentara
belanda mengadakan serangan terhadap Jawa Barat. Kemudian menduduki kota-kota
besar di Indonesia. Serangan selanjutnya ditetapkan sebagai perang gerilya rakyat semesta
dengan perlawanan yang dikenal ini lahirnya belanda mengalami kegagalan dan mengusulkan melakukan
gencatan senjata dan perundingan yang dikenal dengan Persetujuan Renville yang
ditanda tangani pada tanggal 17 januari 1948.
2.
Kurun Waktu 1948 – 1949Dengan
adanya persetujuan Renville, maka sekali lagi pihak belanda mendapat kesempatan
untuk berkonsolidasi dan menyusun kembali kekuatannya. Pada tanggal 19 Desember
1948, Belanda melakukan serangan terhadap Ibu Kota RI dan berhasil menduduki Yogyakarta, kemudian
menawan Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa Menteri. Puncak
serangan-serangan terhadap belanda dikenal dengan sebutan serangan umum. Tanggal
1 Maret 1949 tau dikenal dengan peristiwa 6 jam di Yogyakarta yang dipimpinoleh
Letnan Kolonel Soeharto, komandan Wehrkreise Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Hamkamrata ?
2. Apa Dasar Hukumnya Pelaksanaan HANKAMRATA ?
3. Faktor Lingkungan Apa Saja yang Mempengaruhi SisKamHanRata ?
C. Tujuan
Adapun Tujuan Penulisan Makalah ini :
1. Dapat mengetahui Pengertian dan Dasar Hukum Hankamrata
2. Dapat Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Sistem Keamanan
Pertahanan Rakyat Semesta
3. Dapat Mengetahui Istilah-istilah lain dari Sishankamrata
4. Agar Semakin Cinta Terhadap Tanah Air Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hankamrata
Hankamrata
adalah wujud usaba yang sungguh-sungguh untuk memelihara wujud dan
kelestarian negara oleh warganegaranya agar negara tetap tegak menjadi tempat
yang aman bagi segenap warganegaranya dan sernua orang yang tinggal di
dalamnya. Hankamrata di dalam pengertian semacam hanya dapat tercapai apabila
tercipta keterpaduan pemeliharaan semua unsur yang wajib ada di dalamnya.
B. Dasar Hukum Hamkamrata
1.
Ketetapan MPR RI Nomor VII
Tahun 2000. Sesuai Ketetapan MPR RI No VII Tahun 2000 Pasal I, disana
dijelaskan bahwa TNI merupakan bagian dari rakyat, lahir dan berjuang bersama
rakyat demi membela kepentingan negara. TNI berperan sebagai komponen utama
dalam sistem pertahanan negara. Dan TNI wajib memiliki kemampuan dan
keterampilan secara profesional sesuai peran dan fungsinya. Sedangkan peran TNI
antara lain adalah merupakan alat pertahanan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2.
UU RI No 3 Tahun 2002.
Sesuai UU RI No 3 Tahun 2002 Bab III Pasal 6, disana dikatakan bahwa pertahanan
negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampua, daya
tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman. Sedangkan Bab
III Pasal 7 antara lain berbunyi, Pertahanan negara diselenggarakan oleh
pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara.
Kemudian sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan
TNI sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen
pendukung.
3.
UU RI No 34 Tahun 2004
tentang TNI. Sesuai dengan UU RI No 34 Tahun 2004 Bab IV Pasal 6 yang isinya
antara lain bahwa TNI sebagai alat pertahanan negara berfungsi sebagai
penangkal terhadap setiap ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan
dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa. Pemulih
terhadap kondisi keeamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.
C. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Sistem Pertahanan Keamanan
1.
Faktor Geografi Indonesia dipandang dari letaknya Indonesia
berada dalam posisi silang yang sangat unik, yaitu diantara dua samudra dan diapit dua benua serta diantara dua
susunan dalam aspek-aspek kehidupan yang berlainan, bahkan saling bertentangan.
Posisi itu menempatkan Indonesia pada posisi rawan yang memberikan 3
kemungkinan sebagai berikut :
a.
memberikan kesempatan kepada
Indonesia untuk tetap dalam posisi tidak memihak kepada salah satu
kekuatan
b.
Menarik Indonesia ke dalam pengaruh
salah satu pihak.
c.
Salah satu kekuatan dunia tersebut
menduduki Indonesia secara terbatas terhadap beberapa wilayah kota yang sangat
strategis.
2.
Faktor Kekayaan Alam bangsa
Indonesia telah dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa sumber kekayaan alam yang
cukup. Baik yang masih merupakan suatau potensi yang terpendam, maupun yang
sudah dimanfaatkan. Sehingga banyak Negara-negara yang membutuh kannya
untuk kelancaran perputaran ekonomi negara yang bersangkutan
3.
Faktor Demografi karena jumlah
penduduk Indonesia yang banyak, maka banyak pula
menimbulkan pertentangan-pertentangan sosial dalam kesulitan-kesulitan
penyediaan pekerjaan dan pangan. Untuk itu perlu diperhatikan pula
komposisinya yaitu ;
a.
Antara lapangan “angkatan kinerja”
dan bukan “angkatan kerja” harus ada keserasian
b.
Antara tingkat kemampuan
daerah-daerah
c.
Antara tingkat pendidikan
masyarakat yang mampu menunjang pembangunan daerah.
D.
Beberapa Istilah Didalam SISHANKAMRATA
1.
Keamanan Dalam Negeri
2.
Pola Operasi Pertahanan
3.
Pola Operasi Operasi Lampur
4.
Pola Operasi Intelijen Strategic (
inelstrat)
5.
Pola Operasi Kerjasama Pertahanan
Keamanan Asia Tenggara
6.
System Pertahanan Keamanan Rakyat
Semesta
7.
Operasi Intelijen
8.
Operasi Teritorial
9.
Operasi Keamanan Ketertiban
Masyarakat (Kamtibnas)
10.
Perang Konvensional
E.
Persengketaan dan Perang
1.
Persengketaan antar bangsa contoh
persengketaan yang terjadi antar bangsa adalah persengketaan RI dan Belanda,
dengan penengahnya PBB.
2.
Persengketaan Di Dalam Suatu Bangsa
/ Negara
Contohnya adalah gerakan Gerakan DI/TII, gerakan RMS, peristiwa dan
pemberontakan G30S/PKI.
Hakekat Perang dan Perang Dewasa Ini :
a.
Hakekat Perang pada hakekatnya
perang adalah pertarungan antara dua kekuatan yang saling bertentangan dengan
menggunakan kekerasan bersenjata. Secara umum dikatakan setiap bangsa melakukan
perang untuk memaksa kehendaknya atau memperluas daerah perngaruhnya salam rangka
mencapai cita-cita nasional
b.
Perang Dingin adalah bentuk perang
yang pada umumnya tidak menggunakan angkatan bersenjata secara langsung,
tetapi mengutamakan pemanfaatan cara, alat dan kekuatan idiologi, politik,
ekonomi, dan alat-alat lain untuk mencapai tujuan Negara.
c.
Perang Umum (open war) yaitu suatu
persengketaan bersenjata, dengan masing-masing Negara/gabungan Negara yang
bersekutu mengerahkan segenap kekuatan yang ada pada mereka.
d.
Penentuan Sasaran Perangsasaran
perang mungkin bermacam-macam : (1) Penghancuran urat nadi lawan (2) Bidang teknologi
(3) Bidang sosial seseorang
F.
Sumber Dan Pola Eskalasi Ancaman
1.
Ancaman Yang Diahadapi Bangsa.
a)
Subversi dan pemberontakan dalam
negeri
b)
Invasi dan subversi luar negeri
c)
Perang pembebasan nasional
2.
Pola Eskalasi Ancaman dan Kegiatan Musuh :
a.
Masyarakat Indonesia memiliki ciri ke
Bhinekaan terkandung banyaknya perbedaan pandangan sosio cultural yang merupakan penawaran
b.
Ketegangan antar kelompok meningkat menjadi
bentrok
c.
Bentrokan berlarut-larut berubah menjadi
pemberontakan. pemberontakan bertujuan menggulingkan pemerintahan yang sah,
1.
Tahap persiapan, tahap ini dimulai dengan
babak penggalangan dan pematangan daerah melalui kegiatan-kegiatan subversi di
segala bidang kehidupan masyarakat (idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
dan pertahanan keamanan)
2.
Tahap pelaksanaan Dilaksanakan dengan
operasi-operasi khusus dengan tujuan penghancuran objek-objek vital dalam
usaha untuk melemahkan kekuatan ketahanan wilayah, perusakan-perusakan
garis-garis komunikasi logistic, operasi-operasi tempur dan operasi-operasi wilayah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Negara Indonesia
adalah negara yang solid terdiri dari berbagai suku dan bangsa, terdiri dari banyak
pulau-pulau dan lautan yang luas. Jika kita sebagai warga negara ingin
mempertahankan daerah kita dari gangguan bangsa/negara lain, maka kita harus
memperkuat ketahanan nasional kita. Ketahanan nasional adalah cara paling
ampuh, karena mencakup banyak landasan seperti : Pancasila sebagai landasan
ideal, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan Wawasan Nusantara. Pemerintahan
kita harus nya juga menjaga ketahan sosial baik dari sisi lingkungan hidup
maupun kekayaan alam yang terdapat di Indonesia.
Jadi dengan demikian
katahanan nasional kita sangat solid.
DAFTAR
PUSTAKA
Lemhamnas.2001.Pendidikan
kewarganegaraan.jakarta PT.Gramedia Pustaka Utama Joeniarto,1996 Sejarah
Ketatanegaraan Republik Indonesia.Jakarta:Bumi
AksaraBudimansyah,Dasim.2002.Model Pembelajaran Kewarganegaraan.Bandung:PT.
GenesindoYudhistira 2004.Pendidikan Kewarganegaraan.PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri. 2004 12
Subversi merupakan
gerakan/tindakan/perencanaan untuk menjatuhkan kekuasaan yg sah dengan
menggunakan cara diluar undang-undang.
Invansi adalah hal atau
perbuatan memasuki wilayah negara lain dengan mengerahkan angkatan bersenjata,
dengan maksud menyerang atau menguasai negara tersebut.
Indonesian to Indonesian
noun
1. cara berperang yg tidak terikat secara resmi pd ketentuan
perang (biasanya dilakukan dng sembunyi-sembunyi dan secara tiba-tiba); perang
secara kecil-kecilan dan tidak terbuka;
ber·ge·ril·ya v berperang dng taktik (siasat) gerilya: mereka ~ di hutan-hutan melawan serdadu Belanda
ber·ge·ril·ya v berperang dng taktik (siasat) gerilya: mereka ~ di hutan-hutan melawan serdadu Belanda
TUGAS
MATA KULIAH ULUMUL HADITS
" Ilmu Takhrij Al-Hadits "
Dosen Pengampu : Drs. KH. Abdullah
Zaini
Disusun Oleh :
-
M. Rozikan (126014725)
-
M. Najib (126014752)
-
M. Subchan. Z (126014757)
-
Umi Nurseha (126014759)
-
Cita Karuniawati (126014755)
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
WAHID HASYIM SEMARANG
KLAS
BULUSARI
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
ILMU TAKHRIJ AL-HADITS
ILMU TAKHRIJ AL-HADIST
A.
Pengertian.
Takhrij menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling
mendekati disini adalah adalah berasal dari kata kharaja (خرج) yang artinya
nampak dari tempatnya atau keadaaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian
juga kata al-ikhraj (الاخرج) yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata
al-makhraj (المخرج) yang artinya tempat keluar dan akhraj al-hadist wa
kharajahu artinya menampakkan dan
memperlihatkan hadist kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.
Sedangkan menurut istilah muhaditsin, takhrij diartikan dalam beberapa pengertian :
Sedangkan menurut istilah muhaditsin, takhrij diartikan dalam beberapa pengertian :
1.
Sinonim dan ikhraj, yakni seorang
rawi mengutarakan suatu hadist dengan menyebutkan sumber keluarnya (pemberita)
hadist tersebut.
2.
Mengeluarkan hadist-hadist dari
kitab-kitab, kemudian sanad-sanadnya disebutkan.
3.
Menukil hadist dari kitab-kitab
sumber (diwan hadist) dengan menyebut mudawinnya serta dijelaskan martabat
hadistnya.
Rumusan Mahmud al-Thahhah tentang ta’rif takhrij adalah :
Rumusan Mahmud al-Thahhah tentang ta’rif takhrij adalah :
التخريج هو الدلالة على موضع الحديث فى مصادره الاصلية التى
اخرجته بسنده ثم بيان مرتبته عند الحاجة
“Takhrij ialah penunjukan terhadap tempat hadist dalam sumber aslinya yang dijelaskan sanadnya dan martabatnya sesuai dengan keperluan”.
“Takhrij ialah penunjukan terhadap tempat hadist dalam sumber aslinya yang dijelaskan sanadnya dan martabatnya sesuai dengan keperluan”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa takhrij
meliputi kegiatan :
a.
Periwayatan (penerimaan,
perawatan, pentadwinan, dan penyampaian) hadist.
b.
Penukilan hadist dari kitab-kitab
asal untuk dihimpun dalam suatu kitab tertentu.
c.
Mengutip hadist-hadist dari
kitab-kitab fan (tafsir, tauhid, fiqh, tasawuf, dan akhlak) dengan menerangkan
sanad-sanadnya.
d.
Membahas hadist-hadist sampai
diketahui martabat kualitas (maqbul-mardudnya).
B.
Metode Takhrij
Takhrij sebagai
metode untuk menentukan kehujahan hadist itu terbagi kedalam 3 kegiatan, yakni
(1.) Naql,
(2.) Tashhih,
(3.) I’tibar.
Takhrij Naql
atau Akhdzu.
Takhrij dalam
bentuk ini kegiatannya berupa penelusuran penukilan dan pengambilan hadist dari
beberapa kitab/diwan hadist (mashadir al-asliyah), sehingga dapat
teridentifikasi hadist-hadist tertentu yg dikehendaki lengkap dengan rawi dan
sanadnya masing-masing.
Berbagai cara
pentakhrijan dalam arti naql telah banyak diperkenalkan oleh para ahli hadist,
diantaranya yg dikemukakan oleh Mahmud al-Tahhan yg menyebutkan 5 tekhnik dalam
menggunakan metode takhrij sebagai al-Naql sbb :
a.
Takhrij dengan mengetahui shahabat
yg meriwayatkan hadist.
b.
Takhrij dengan mengetahui lafazh
asal matan hadist..
c.
Takhrij dengan cara mengetahui
lafazh matan hadist yg kurang dikenal.
d.
Takhrij dengan mengetahui tema
atau pokok bahasan hadist.
e.
Takhrij dengan mengetahui matan
dan sanad hadist.
a)
Metode takhrij / al-Naql
melalui pengetahuan tentang nama shahabat perawi hadist.
Metode ini hanya
digunakan bilamana nama shahabat itu tercantum pd hadist yg akan ditakhrij.
Apabila nama shahabat tsb tidak tercantum dalam hadist itu dan tidak dapat
diusahakan untuk mengetahuinya, maka sudah barang tentu metode ini tidak dapat
dipakai. Apabila nama shahabat tercantum
pada hadist tersebut, atau tidak tercantum tetapi dapat diketahui dengan cara
tertentu, maka dapat digunakan 3 macam kitab, yaitu : (1.) kitab-kitab musnad,
(2.) kitab-kitab mu’jam, dan (3.) kitab-kitab Athraf.
Kitab-kitab musnad
adalah kitab-kitab yang disusun berdasarkan nama shahabat, atau hadist-hadist
para shahabat dikumpulkan secara tersendiri.
Kitab-kitab musnad
yang ditulis oleh para ahli hadist itu sangatlah banyak, sebagian diantaranya
sebagai berikut :
a. Musnad Ahmad bin Hanbal.
b. Musnad Abu Baqr Sulaiman ibn Dawud al-Thayalisi.
c. Musnad Ubaidillah, dll.
Kitab Mu’jam adalah kitab yg ditulis
menurut nama-nama shahabat, guru, negeri atau yg lainnya, yg nama-nama tsb
diurutkan secara alfabetis. Kitab-kitab tersebut diantaranya :
a.
Mu’jam al-Shahabah li Ahmad ibn
al-Hamdani.
b.
Mu’jam al-Shahabah li abi Ya’la
Ahmad ‘Ali al-Mashili, dan lain-lain.
1.
Kitab Athraf
Kitab Athraf adalah kitab yg penyusunannya hanya
menyebutkan sebagian matan hadist yg menunjukan keseluruhannya. Kemudian
sanad-sanadnya, baik secara keseluruhan atau dinisbatkan pada kitab-kitab
tertentu. Yang mana kitab ini biasanya mengikuti musnad shahabat. Kitab-kitab
Athraf itu diantaranya adalah :
a.
Athraf al-Shahihain li Abi Mas’ud
Ibrahim Ibn Muhamad al-Dimasyiqi..
b.
Athraf al-Shahihain li Abi Muhamad
Khalaf ibn Muhamad al-Wasithi, dll.
Manfaat dari kitab-kitab Athraf adalah :
1.
Menerangkan berbagai sanad secara
keseluruhan dalam satu tempat, dengan demikian dapat diketahui apaka hadist itu
gharib, aziz, atau masyhur.
2.
Memberitahu perihal siapa saja yg
diantara para penyusun kitab-kitab hadist yg meriwayatkan dan dalam bab apa saja
mereka mencantumkannya.
3.
Memberitakan tentang berapa jumlah
dalam kitab-kitab yg dibuat athrafnya.
Dalam kitab-kitab Athraf hanya diterangkan perihal
sebagian matan hadist saja, maka untuk mengetahui lebih lengkap perlu merujuk
pada kitab-kitab sumber yg populer, yg ditunjukan oleh kitab Athraf tersebut.
1.
Kitab-kitab hadist yang disusun untuk
hadist-hadist yg popular dimasyarakat diantaranya :
a.
Al-Tadzkirah fi Ahadist al-musyitahirah
li al-Zarkasyi.
b.
Al-Darur al-Muntatsirah fi Ahadist
al-Mustahirah li al-Suyuti, dll
2.
Kitab yg disusun secara alfabetis,
antara lain : Al-Jami’ al’Shadhir min hadist al-Basyir al-Nadhir Li Jalal
al-Din ‘Abdurahman Abi Bakr al-Suyuthi.
3.
Kitab-kitab kunci atau indeks bagi
kitab-kitab tertentu antara lain :
a.
Miftah al-Shahihain li al-Tauqadi.
b.
Miftah li Ahadist Muwatha’ Malik,
dll.
b)
Metode Takhrij /al-Naql melalui pengetahuan
salah satu lafazh Hadist.
Metode ini hanya menggunakan satu kitab penunjuk saja, yaitu : “Al-Mu’jam al-Mufarhas li alfazh al-Hadist al-Nabawi”. Kitab ini merupakan susunan orang orientalis barat yang bernama Dr.A.J. Wensink, Dr.Muhamad Fuad ‘Abd al-Baqi, dll.
Metode ini hanya menggunakan satu kitab penunjuk saja, yaitu : “Al-Mu’jam al-Mufarhas li alfazh al-Hadist al-Nabawi”. Kitab ini merupakan susunan orang orientalis barat yang bernama Dr.A.J. Wensink, Dr.Muhamad Fuad ‘Abd al-Baqi, dll.
Kitab-kitab yang jadi rujukan dari
kitab ini adalah kitab yang Sembilan, diantaranya : Shahih Bukhari, shahih
Muslim, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah,
Muwatha Malik, Musnad Ahmad dan Sunan ad-Darimi. Yang mana masing-masing
mempunyai kode tersendiri.
c)
Metode Takhrij /al-Naql melalui
pengetahuan tema hadist.
Metode ini akan mudah digunakan oleh orang yang sudah terbiasa dan ahli dalam hadist. Orang yang awam akan hadist akan sulit untuk menggunakan metode ini. Karena yg dituntut dari metode ini adalah kemampuan menentukan tema dari suatu hadist yang akan ditakhrijkan. Baru kemudian kita membuka kitab hadist pada bab dan kitab yang mengandung tema tersebut.
Metode ini akan mudah digunakan oleh orang yang sudah terbiasa dan ahli dalam hadist. Orang yang awam akan hadist akan sulit untuk menggunakan metode ini. Karena yg dituntut dari metode ini adalah kemampuan menentukan tema dari suatu hadist yang akan ditakhrijkan. Baru kemudian kita membuka kitab hadist pada bab dan kitab yang mengandung tema tersebut.
Adapun kitab-kitab yang digunakan
dalam metode ini adalah kitab-kitab yg disusun secara tematis. Serta
kitab-kitab ini dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu :
1.
Kitab-kitab yang berisi seluruh
tema Agama, diantaranya :
a.
Al-Jami’ al-Shahih Li al-Bukhari.
b.
Al-Jami’ al-Shahih Li Muslim.
c.
Mustakhraj al-Ismaili, dll.
2.
Kitab-kitab yang berisi sebagian
banyak tema-tema Agama, seperti kitab Sunan, yaitu :
a.
Sunan Abi Dawud Li Sulaiman Ibn
al-Asy’ats al-Sijistan.
b.
Al-Muwatha’ Li al-Imam Malik Ibn
Anas al-Madani. Dll.
3.
Kitab yang hanya berisi satu tema Agama
saja, sebagai contoh :
a.
Al-Ahkam Li’Abd al-Ghani ibn ‘Abd
al-Wahid al-Muqdisi, dll.
b.
Metode Takhrij melalui Pengetahuan
tentang sifat khusus matan atau sanad hadist.
Yang dimaksud
dengan metode takhrij ini adalah memperhatikan keadaan-keadaan dan sifat hadist
yg baik yang ada pada matan dan sanadnya. Yang pertama diperhatikan adalah
keadaan sifat yang ada pada matan, kemudian yang ada pada sanad lalu kemudian
yang ada pada kedua-duanya.
Dari segi matan :
apabila pada hadits itu tampak tanda-tanda kemaudhuan , maka cara yang paling
mudah untuk mengetahui asal hadits itu adalah mencari dalam kitab-kitab yang
mengumpulkan hadits-hadits maudhu. Dalam kitab ini ada yang disusun secara
alfabetis antara lain kitab al-mashnu’al-hadits al-maudhu’ li al syaikh ‘alal
qori al-syari’ah. Dan ada yang secara matematis, antara lain kitab tanzih
al-syari’ah al-marfu’ah ‘an al-ahadits al-syafiah al-maudhu’ah li al kanani.
Dari segi sanad : apabila dalam sanad suatu hadits ada cirri tertentu, misalnya isnad hadits itu mursal, maka hadits itu dapat dicari dalam kitab-kitab yang mengumpulkan hadits-hadits mursal., atau mungkin ada seorang perowi yang lemah dalam sanadnya, maka dapat dicari dalam kitab mizan al-I’tidal li al- dzahahi.
Dari segi sanad : apabila dalam sanad suatu hadits ada cirri tertentu, misalnya isnad hadits itu mursal, maka hadits itu dapat dicari dalam kitab-kitab yang mengumpulkan hadits-hadits mursal., atau mungkin ada seorang perowi yang lemah dalam sanadnya, maka dapat dicari dalam kitab mizan al-I’tidal li al- dzahahi.
Dari segi matan
dan sanad : ada beberapa sifat dan keadaan yang kadang-kadang terdapat pada
matan dan kadang-kadang pada sanad, maka untuk mencari hadits semacam itu,
yaitu :
·
‘ilal al hadits li ibn abi hakim al-razi
·
Al-mustafad min mubhamat
al-matn wa al-isnad li abi zar’ah ahmad ibn al-rahim al-iraqi
2.
Takhrij Tashhih
Cara ini sebagai lanjutan dari cara yang pertama di atas,
yang menggunakan pendekatan takhrij dan al-naql.
Tashhih dalam arti menganalisis keshohihan hadits dengan
mengkaji rawi, sanad dan matan berdasarkan kaidah. Kegiatan tashih dilakukan
dengan menggunakn kitab ‘Ulum al-Hadits yang berkaitan dengan Rijal, Jarh wa
al-Ta’dil, Ma’an al Hadits, Gharib al-Hadits dan lain-lain.
Kegiatatn ini dilakukan oleh mudawwin ( kolektor) sejak nabi
saw sampai abad III Hijriyyah, dan dilakukan o;eh para syarih (komentator) sejak
abad IV sampai kini.
3.
Takhrij I’tibar
Cara ini sebagai lanjutan dari cara yang kedua di atas,
I’tibar berarti mendapatkan informasi dan petunjuk dari literature, baik kitab
yang asli, kitab syarah dan kitab Fan yang memuat dalil-dalil hadits. Secara teknis, proses pembahasan yang perlu
ditempuh dalam studi dan penelitian hadits sebagai berikut :
1.
Dilihat, apakah teks hadits
tersenur benar-benar sebagai hadits.
2.
Dikenal unsur yang harus ada pada
hadits, berupa rawi, sanad dan matan
3.
Termasuk jenis hadits apa hadits tersebut,
dari segi rawinya, matanya dan sanadnya.
4.
bagaimana kualitas hadits tersebut?.
5.
Bila hadits itu maqbul, bagalmana ta’amulnya,
apakah ma’mul bih (dapat diamalkan) atau ghoir ma’,ul bih?
6.
tekss hadits harus dipahami
ungkapannya, maka perlu diterjemahkan.
7.
memahami asbab wurud hadits
8.
apa isi kandungan hadis tersebut
9.
menganalisis problematika
C.
Sejarah Takhrij Hadits
Kegiatan mentakhrij hadits muncul dan diperlukan pada masa
ulama mutaakhkhirin. Sedang sebelumnya, hal ini tidak pernah dibicarakan dan
diperlukan. Kebiasaan para ulama mutaqoddim menurut al’iraqi, dalam mengutip
hadits-haditsnya tidak pernah membicarakan dan menjelaskan dari mana hadits itu
dikeluarkan, serta bagaimana kualitas hadits-hadits tersebut, sampai kemudian
datang an-Nawawi yang melakukan hal itu. Adanya pemikiran tentang takhrij ini
muncul dan diperlukan, ketika para ulama merasa mendapat kesulitan untuk
merujukan hadits-hadits yang tersebar pada berbagai kitab dengan disiplin ilmu
agama yang bermacam-macam. Mereka mengeluarkan hadits-hadits yang dikutip dalam
kitab-kitab lain dengan merujukan pada sumbernya. Didalamnya juga dibicarakan
kualitas-kualias kesohihanya. Dari perkembangan ini kemudian muncul kitab-kitab
takhrij.
Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut Mahmud
ath-Thahhan, ialah al-Khatib al-Baghdadi (463 H).kemudian bermunculan
kitab-kitab takhrij lainnya. Nemun menurutnya, yang paling baik ialah karya
al-Zaila’I yang berjudul Nash bar-Rayah li Ahadits al-Hidayah.
PENUTUP
Kesimpulan
Takhrij menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling mendekati
disini adalah berasal dari kata kharaja, yang artinya nampak dari tempatnya
atau keadaannya, terpisah dan kelihatan. Sedangkan menurut istilah adalah
Mengemukakan hadits berdasarkan sumber pengambilannya dan di dalamnya disertai
metode periwayatan dan sanadnya masing-masing dengan menjelaskan keadaan perawi
dan kualitas haditsnya.
Metode untuk menentukan kehujahan hadits serta unsur-unsurnya. Yang
terbagi menjadi tiga, yaitu : Naql, tashhih dan I’ tibar.
Tujuan pokok mentakhrij hadits adalah untuk mengetahui sumber asal hadits
yang ditakhrij dan untuk mengetahui keadaan hadits tersebut yang berkaitan
dengan maqbul dan mardudnya.
Sedangkan kegunaan Takhrij antara lain
·
Dapat mengetahui keadaan
hadits.
·
Dapat mengetahui keadaan
sanad hadits dan silsilahnya
·
Dapat memastikan identitas
para perawi, baik berkaitan dengan Kun-nya (julukan), laqab ( gelar ) atau
nasab ( keturunan ) dengan nama yang jelas, dll.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Utang Ranuwijaya, MA. 2001. Ilmu Hadis. Jakarta : Gaya Media Pratama
Prof. Dr. H. Endang Soetari Ad, M.Si. 2008. Ilmu Hadits. Bandung : Mimbar Pustaka
Qadir Hasan, A. 2001. Ilmu Mustholah Hadits. Bandung : CV. Diponegoro
Faturrahman. Ikhtisar Mustolah Hadits
http : //www.google.co.id. Abu al-Jauzaa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar